Manusia !!!

Allah telah menciptakan jiwa manusia bersifat dinamis dengan tabiat bergeraknya. Di dalam jiwa manusia tersebut terdapat keburukan yang timbul akibat adanya sifat dinamis dan tabiat-tabiat tersebut tetapi di dalam keburukan itu sendiri mengandung hikmah yang besar dan rahmat yang berlimpah.

Di dalam diri manusia diciptakan tabiat-tabiat sebagaimana difirmankan Allah Swt dalam : 1. QS 70 : 19 -21 yang berbunyi : “Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah, jika keburukan menimpanya maka dia gelisah. Dan jika dia memperoleh kebaikan maka dia akan kikir.” 2. QS 21 : 37 yang berbunyi : “Telah diciptakan manusia dengan tabiat tergesa-gesa.”

Dengan sebab tabiat-tabiat tersebut banyak manusia berbuat dosa, namun bersamaan dengan perbuatan dosa tersebut juga akan mengakibatkan kebaikan yaitu nikmat baginya dan nikmat bagi orang lain karena dihasilkannya pelajaran dan hidayah serta keimanan dari perbuatan dosa tersebut.

Namun disamping adanya tabiat-tabiat tersebut, sesungguhnya manusia dilahirkan juga dalam keadaan fitrah sebagaimana terdapat dalam sahih Bukhari dan Muslim, Rasulullah Saw bersabda :

“Setiap yang dilahirkan, lahir dalam keadaan fitrah. Kedua orang tuanyalah yang telah menjadikan Yahudi atau Nasrani atau Majusi.”

Dan dalam QS 30 : 30 juga menyatakan tentang fitrah tersebut :

“Fitrah Allah yang telah menciptakan manusia berdasarkan fitrah itu. Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah). Fitrah Allah yang telah menciptakan manusia berdasarkan fitrah itu. Tidak ada perubahan dalam ciptaan Allah. Itulah agama yang lurus.”

Juga dalam QS 7 : 172-173 yang berbunyi :

“Dan ingatlah ketika Rabb-mu mengeluarkan keturunan Adam dari sulbi mereka. Kemudian Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka,”Bukankah Aku ini Rabb kalian ?” Mereka menjawab,”Benar, kami bersaksi.” Mereka akan mengatakan di hari kiamat, “Sesungguhnya kami lupa dengan hal ini.” Atau berkata.”Bapak-bapak kami telah berbuat syirik sejak dulu sedangkan kami adalah keturunan setelah mereka. Apakah Engkau akan membinasakan kami karena perbuatan orang yang berbuat kebatilan?”

Manusia, dalam keberadaannya menjalani kehidupan, banyak tipu daya yang mengganggunya yaitu setan dari kalangan jin dan manusia yang telah merusak fitrah itu, sehingga terjadilah jawaban berdalih dari manusia pada saat hari kiamat nanti yaitu “ Sesungguhnya kami lupa dalam hal ini.”

Jangan galau !!!

Pernahkah Anda ke Pengadilan ?

Pengadilan Negeri atau Pengadilan Agama ?

Siapa yang Anda temukan disana ?

Siapa yang mencari keadilan ?

Mengapa mencari keadilan ?

Apakah belum ada keadilan ?

Siapa yang memberi dan menetapkan keadilan ?

Banyak pertanyaan yang muncul di seputar kata pengadilan dan keadilan, apalagi kalau ditambahkan dengan siapa menetapkan keadilan dan yang melaksanakan pengadilan, pasti tambah banyak lagi daftar pertanyaan yang muncul dan pasti lebih banyak lagi jawaban-jawaban yang harus dikemukakan.

Berbicara pengadilan dan keadilan, tidak bisa terlepas daripada jaksa, hakim, panitera, terdakwa dan pencari keadilan. Namun yang harus kita sadari adalah bahwa mereka para jaksa, hakim, panitera, terdakwa dan pencari keadilan adalah manusia biasa yang terdiri atas darah dan daging yang harus makan dan minum, yang punya keluarga, punya lingkungan, punya harapan, punya cita-cita dan nafsu dan juga punya keyakinan, punya agama, punya etika dan seterusnya, dan entah punya apa lagi !!! Mari kita tinggalkan sejenak fenomena-fenomena hukum yang kita lihat diberbagai media dengan membaca paragraph berikut : “jika pikiran dan jiwa Anda Kosong dari nilai-nilai moral dan spiritual, mana mungkin hukum yang Anda tetapkan sesuai dengan nilai-nilai yang diamanatkan keadilan. Pada saat seorang hakim meninggalkan etika dan moral, maka pada saat itu pula hukum yang ditetapkannya ditinggalkan oleh keadilan. Dan pada saat hukum itu ditinggalkan oleh keadilan, saat itu pula hakim yang menetapkannya telah melangkahkan kaki menuju murka Ilahi.” (M. Quraish Shihab, 2000: Secercah Cahaya Ilahi, Hidup Bersama Al Qur’an, hal 64)

Dan bagaimana jika Allah sudah murka ? maka marilah kita simak pula sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Darda melalui sahabat Nabi, Buraidah, yang berbunyi : ‘Rasulullah Saw bersabda, “ Hakim ada tiga macam, satu di surga dan dua di neraka. Yang di surga adalah hakim yang memiliki pengetahuan tentang kebenaran dan memutuskan dengannya. Sedangkan yang mengetahui kebenaran dan menyimpang darinya dalam menetapkan hukum, dia di neraka, dan yang menetapkan hukum dengan didasari oleh kebodohan, juga di neraka.” Wahai para pihak (mengambil istilah hukum)….. jangan galau !!!! terlepas apakah ada pengkhianatan atau tidak, ada kolaborasi atau tidak, ada intrik atau tidak, ada kongkalikong atau tidak, ada permainan atau tidak. Sekali lagi jangan galau !!!

Karena semua proses pengadilan dan keadilan telah dilaksanakan secara sakral dengan mengatasnamakan keadilan dan semua para pihak telah disumpah dengan nama Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing para pihak.

Jangan kaget … !!!

Qur’an : Surah Al An’am, ayat 123 :

Dan demikianlah pada setiap negeri Kami jadikan pembesar-pembesar yang jahat agar melakukan tipu daya di negeri itu. Tapi mereka hanya menipu diri sendiri tanpa menyadarinya.

Memang dalam setiap negeri pasti banyak pejabatnya mungkin dalam hitungan ribu, dalam sebuah Negara kalau kita coba menghitung jumlah pembesar-pembesarnya mulai dari raja sampai pejabat tingkat pemerintahan yang terendah maka  pasti lebih dari hitungan ribuan jumlahnya, apalagi ditambah dengan orang-orang yang merasa dirinya juga pejabat walaupun itu bukan pejabat Negara tapi pejabat organisasi baik organisasi partai politik, organisasi massa, organisasi sosial kemasyarakatan, dll. Diantara sejumlah itu pasti ada yang jahat dalam jumlah yang tidak tetap,  bisa hanya satu orang, bisa dua, tiga, empat dst . . . . .bahkan hampir semuanya, bisa saja !!

Dalam Paretto’s Principle kalau saja 20 % dari jumlah populasi berwarna hitam maka populasi itu akan cenderung atau ada kecenderungan menjadi hitam pula. Bagaimana kalau sudah menjadi budaya “hitam” ? . . . . . . . . dapat dipastikan bahwa penderitaanlah yang akan terjadi baik pada anggota populasinya sendiri atau pada anggota yang lebih luas atau lebih khusus kepada rakyatnya.

Keadaan ini sebenarnya sudah dipahami dan diprediksi oleh ulama besar zaman dahulu (Ibn Athaillah) dan dituangkannya dalam sebuah karya yang berjudul Al-Hikam yang pada salah satu frasenya berbunyi :

Selama engkau berada di dunia ini, janganlah terkejut dengan adanya penderitaan. Sesungguhnya penderitaan muncul hanyalah karena memang menjadi sifat pantasnya atau karakter aslinya.

Memang itulah dunia, ada siang ada malam, ada panas ada dingin, ada tua ada muda, ada senang ada dusah, ada suka ada derita, dll dan semuanya datang silih berganti. Seperti halnya yang dikatakan oleh Syekh Fadhalla dalam mengurai maksud frase tersebut di atas :

Semua pengalaman dan peristiwa di dunia merupakan perubahan terus menerus yang berkisar antara dua sifat yang berlawanan. Didunia tak ada kondisi senang dan nyaman yang bisa dipercaya. Dikatakan, orang yang mencari apa yang tidak diciptakan (dunia yang bisa dipercaya), maka ia akan meletihkan dirinya sendiri.

Jangan Risau . . . . . . . . .

Dalam kitab Hadis Musnad Al-Firdaus, melalui Ibn ‘Umar, Nabi Muhammad Saw bersabda :

“Aku berkata benar, sesungguhnya Luqman bukanlah seorang nabi, tetapi dia adalah seorang hamba Allah yang banyak menampung hikmah, banyak merenung, dan keyakinannya lurus. Dia mencintai Allah, maka Allah mencintainya, dan menganugerahkan kepadanya hikmah. Suatu ketika dia tidur di siang hari. Tiba-tiba dia mendengar suara memanggilnya, ‘Hai Luqman, maukah engkau dijadikan Allah sebagai khalifah yang memerintah di bumi?’ Luqman menjawab,’Kalau Tuhanku menganugerahkan kepadaku pilihan, maka aku memilih afiat (perlindungan) dan tidak memilih ujian. Akan tetapi bila itu ketetapanNYA, maka akan kuperkenankan dan kupatuhi karena aku tahu bahwa bila itu ditetapkan Allah bagiku, pastilah DIA akan melindungiku dan membantuku.’ Para malaikat yang tidak dilihat oleh Luqman bertanya, ‘Mengapa demikian?’ Luqman menjawab, “Karena, pemerintah (penguasa) adalah kedudukan yang paling sulit dan paling keruh, kezaliman menyelubunginya dari segala penjuru. Bila dia adil, wajar dia selamat, dan bila dia keliru, keliru pula dia menelusuri jalan ke surge. Seorang yang hidup hina di dunia lebih aman daripada hidup mulia (dalam pandangan manusia), dan siapa memilih dunia dengan mengabaikan akhirat, maka dia pasti dirayu oleh dunia dan dijerumuskan olehnya. Dan, ketika itu, dia tidak akan memperoleh sesuatu di akhirat.” Para malaikat sangat kagum dengan ucapannya. Selanjutnya Luqman tertidur lagi. Ketika terbangun, jiwanya telah dipenuhi hikmah, dan sejak itu seluruh ucapannya adalah hikmah.” (M. Quraish Shihab; Secercah Cahaya Ilahi: 94-95).

Mari kita simak hadis di atas terutama alasan Luqman kenapa tidak mau menerima anugerah sebagai penguasa.  Tersirat dari frase kalimat jawaban Luqman bahwa dalam dunia pemerintahan terlalu banyak kekeruhan-kekeruhan dan kezaliman-kezaliman yang terjadi di sekitarnya dengan tanpa memandang tipe-tipe pemerintahan apakah itu monarki, demokrasi, atau apapun  istilah-istilah pemerintahan yang dipakai.

Namun janganlah kita risau atas hal demikian, pemerintahan harus tetap ada walaupun dengan kondisi sebagaimana yang digambarkan dalam hadis tersebut, karena disitulah ujian bagi kita semua baik sebagai pejabat pada tingkatan apa saja atau sebagai rakyat jelata yang mendapat perintah.